Pages

Banner 468 x 60px

 

Thursday, June 9, 2011

Anak Pejabat Dijatah Sekolah Favorit

0 comments
Enak betul jadi anak seorang pejabat. Di saat anak-anak biasa antre berdesak-desakan bersama orangtuanya untuk berburu sekolah baru, mereka justru bakal mendapat jatah masuk sekolah unggulan.

Kebijakan dari Dinas Pendidikan tersebut rencananya diberlakukan di Kota Kediri mulai tahun ajaran 2011 ini. Setiap pejabat anggota musyawarah pimpinan daerah (muspida), seperti pejabat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, termasuk juga pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD, akan mendapatkan jatah kursi di sekolah favorit.

Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Kediri, Samsul Umam menjelaskan, jatah kursi di sekolah favorit tersebut akan difasilitasi lewat jalur penerimaan siswa baru (PSB) lewat jalur mandiri. Rencana pembukaan jalur tersebut telah dibahas dalam rapat gabungan di Kantor Pemkot Kediri, Senin (6/6) lalu.

Dalam rapat yang dihadiri pejabat terkait, serta sejumlah anggota Komisi C DPRD Kota Kediri itu, muncul usulan adanya PSB jalur mandiri untuk mengakomodasi anak pejabat muspida dan anggota dewan. Rencananya, kebijakan itu diatur dalam peraturan wali kota (perwali) di mana semua sekolah wajib melaksanakan.

Hanya saja, dalam pembahasan tersebut, rapat menemui jalan buntu karena belum menemukan payung hukumnya. “Karena tidak ada payung hukumnya, Dewan Pendidikan tidak menyetujuinya,” ujar Samsul, Selasa (7/6).

Ditegaskannya, jika PSB jalur mandiri tetap dipaksakan untuk diberlakukan dalam Perwali Kediri dikhawatirkan bakal rawan terjadi penyimpangan. “Oleh karena itu, Dewan Pendidikan Kota Kediri memberikan rekomendasi kepada Dinas Pendidikan bahwa PSB jalur mandiri itu tidak memiliki payung hukum. Kami akan mengawal pelaksanaan penerimaan siswa baru tahun ini supaya tidak terjadi penyimpangan,” katanya.

Sebelumnya, saat berbicara kepada wartawan, Kabag Humas Pemkot Kediri, Tri Krisminarko menyatakan bahwa setiap pejabat anggota muspida bakal mendapat jatah kursi di sekolah favorit lewat jalur mandiri. “Ini untuk menghormati dan menjaga hubungan baik saja,” kata Tri seperti dikutip situs tempointeraktif.com.

Disebutkan, saat ini mekanisme tentang penerimaan siswa baru (PSB) tersebut masih berupa draf yang akan disahkan menjadi Peraturan Wali Kota. Di dalam draf itu, muncul beberapa usulan pembagian kuota penerimaan siswa baru.

Misalnya, untuk kuota siswa baru dari Kota Kediri adalah 80 persen dan dari luar kota 20 persen. Dari jumlah 80 persen itu, pendaftar dibagi lagi menjadi jalur mandiri yang diperuntukkan anak pejabat sebesar 10 persen, keluarga miskin sebesar 20 persen, kemitraan 10 persen, dan sisanya peserta umum (reguler).

Tri menjelaskan, seluruh mekanisme penerimaan anak pejabat itu akan dilakukan masing-masing sekolah. Kepala sekolah diberi kewenangan melakukan tes sendiri tanpa dikoordinasi Dinas Pendidikan, meski pada akhirnya tetap diberi kewajiban menampung mereka.

Meski masih berupa draf, rencana pemberlakuan jalur mandiri ini mendapat kritik dari beberapa kalangan. Salah satu wakil kepala sekolah (wakasek) sebuah SMAN di Kediri yang tak mau disebut namanya, menilai pembukaan jalur mandiri dalam PSB tahun ini rawan bermasalah.

Ia khawatir, pihak sekolah bakal mendapatkan banyak gugatan dari masyarakat karena berpotensi terjadi kolusi dan permainan. Selain itu, belum tentu siswa yang dititipkan nanti merupakan anak pejabat atau anak anggota dewan. Bisa jadi, jatah untuk pejabat dan anggota dewan itu dialihkan untuk orang lain dengan imbalan tertentu.

“Kalau ada keluhan dari masyarakat, sekolah yang bakal repot menjelaskan. Apalagi PSB tahun ini memakai nilai ujian nasional murni, sehingga nilai siswa yang diterima akan termonitor,” paparnya.

Dikatakan, setiap tahun ajaran baru, sekolahnya banyak mendapat ‘titipan’ dari kalangan pejabat dan anggota dewan yang ingin memasukkan keluarganya. Kalau yang dipakai acuan adalah nilai ujian nasional, pihaknya bakal kesulitan mengatur dengan perwali itu.

Ni Made Susilowati, anggota DPRD Kota Kediri menilai wajar-wajar saja adanya usulan PSB jalur mandiri. Karena bagi pejabat tentu ada keinginan agar anaknya bersekolah negeri di tempat orangtuanya bekerja. “Saya setuju saja ada jalur mandiri asal nilainya tidak jelek-jelek amat,” ungkapnya.

Namun, Made mengusulkan cakupan jalur mandiri tidak hanya untuk anak pejabat, tapi diperluas untuk siswa dari keluarga miskin yang tidak berprestasi. “Kalau siswa miskin dan tidak berprestasi masuk sekolah swasta biayanya tentu tambah banyak. Bisa-bisa anaknya malah tidak masuk sekolah,” ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri Drs Wachid Anshori saat dikonfirmasi Surya menyatakan, rencana pembukaan PSB jalur mandiri masih sekadar usulan dalam draf perwali. “Kami masih menelaah dasar hukumnya memungkinkan apa tidak,” katanya.

Dari kajian yang telah dilakukan, sebut Wachid, PSB jalur mandiri saat ini belum memiliki payung hukum. Ini berbeda dengan jalur kemitraan (anak guru dan pegawai sekolah) dan kuota bagi siswa miskin jelas ada dalam UU Sisdiknas.

“Kami masih mengkajinya, jika memang tidak ada payung hukumnya, tidak akan dilaksanakan,” tambahnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Harun menyayangkan jika ada rencana anak pejabat di Kota Kediri diberlakukan istimewa dalam penerimaan siswa baru di kota setempat. Harun akan meminta penjelasan langsung kepada Dinas Pendidikan Kota Kediri terkait kebijakan ini.

“Tentu kalau siswa khusus anak pejabat dan anggota Dewan itu benar-benar diberlakukan, itu kurang tepat. Penerimaan siswa di satu sekolah semestinya didasarkan pada kemampuan dan nilai siswa,” ucap Harun.

Setidaknya itu yang berlaku secara umum dan sesuai aturan. Beberapa sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat akan memberikan kriteria penerimaan siswa barunya berdasarkan nilai atau prestasi siswa. Selain itu, ada juga yang memberlakukan tes masuk bagi siswa baru.

Diterima dan tidaknya calon siswa di sekolah tertentu, kata Harun, bukan didasarkan pada pangkat atau kedudukan sosial orangtua. Meski anak orang biasa, bahkan miskin sekalipun jika nilai atau hasil tesnya memenuhi kualifikasi berhak diterima di sekolah tersebut maka harus diterima. “Sebaiknya sesuai norma pendidikan. Jangan ada perbedaan perlakuan dalam pendidikan,” lanjut Harun.

Kritikan serupa juga disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Zainudin Maliki. Pria ini kaget lantaran Selasa pagi kemarin, Wali Kota Kediri Samsul Ashar menerima nominator penghargaan pendidikan Widya Karya Anugerah di Graha ITS.

Pria yang akrab disapa Cak Din ini mendesak agar rencana tersebut dibatalkan. “Ini aturan yang elitis. Harus ditinjau ulang,” tegasnya.

Kalau benar bahwa ada perlakuan istimewa bagi anak pejabat dan anggota Dewan itu artinya pemerintah setempat telah memberikan perlakukan istimewa bagi kalangan elite. Ini bisa masuk dalam kategori diskriminasi pendidikan.

“Itu jelas kebijakan yang tidak prorakyat. Seharusnya yang mendapat perlakukan istimewa dalam pendidikan bukan dari kalangan elitis pejabat. Siswa miskin dari keluarga tidak mampu-lah yang perlu diberi keistimewaan,” kata Cak Din.

Ia berharap, penerimaan peserta didik baru di Kota Kediri kelak benar-benar didasarkan pada ketentuan yang fair dan adil. Penerimaan siswa baru harus disesuaikan dengan kuota atau pagu yang ada di sekolah tersebut. “Tidak pada tempatnya membuat aturan yang menguntungkan pihak tertentu dalam pendidikan,” tandasnya.

Sumber : Surya

0 comments:

Post a Comment